Nulis soal alexander di facebook, ada temen yang beda keyakinan bilang Ibn Hisham merupakan perawi hadist.. Set dah..bukan kalee…dia cuma penulis sejarah. Adapun untuk jadi perawi hadis syaratnya cukup berat berat banget malah untuk g. Sebelum menulis syaratnya adabaiknya kita bahas konsekuensi hukum pembagian hadist ada 2 1. Hadits Maqbul diterima terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan 2. Hadits Mardud ditolak yaitu Hadits dha’if HADITS SHAHIH Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini 1. Sanadnya bersambung telah mendengar/bertemu antara para perawi. 2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang yang adil adalah perawi yang muslim, baligh dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan, berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik. 3. Tsiqah yaitu hapalannya kuat. 4. Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya. 5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits Hukum Hadits shahih dapat diamalkan dan dijadikan hujjah. HADITS HASAN Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan shaduq tingkatannya berada di bawah tsiqah. Shaduq tingkat kesalahannya 50 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad. Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits 60% dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah. Hukum Hadits Hasan dapat diamalkan dan dijadikan hujjah. HADITS DHA’IF Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan. Hukum Hadits dha’if tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dha’if kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut. Hadits dha’if berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dha’if itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits. Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
1 Penerima harus dlabit (memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid). 2) Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental Syarat berakal sehat sudah jelas disyaratkan dalambertahammul hadis karena untuk menerima hadis yang merupakan salah satu sumber hukum Islam sangat diperlukan.
DALAM ilmu hadis dikenal sebuah istilah bernama isnad. Yakni, silisilah para perawi hadits mulai dari Nabi Muhammad SAW hingga ke matan atau isi dari hadits tersebut. Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Isnad itu termasuk dalam perkara agama. Tanpa adanya isnad, tentulah setiap orang bisda berkata semaunya saja.”Di antara para sahabat, tercatat ada tujuh sahabat yang terbanyak dalam meriwayatkan hadis, mereka adalah1 Perawi hadits pertama Abu Hurairah 5374 hadis Bernama lengkap Abdurrahman bin Shakr ad-Dausi. Rasulullah SAW memberinya julukan “Abu Hurairah”, sebab Abdurrahman seringkali menggendong kucing kecilnya. Ia juga pernah meriwayatkan hadis tentang seorang wanita yang masuk neraka gara-gara kucing. Abu Hurairah mulai hidup bersama Rasulullah SAW di Madinah pada tahun 7 H usai perang Khaibar. Meski demikian, ia berhasil menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari nabi. Hal tersebut tak lepas dari doa nabi kepada Abu Hurairah. Suatu hari, nabi mendoakan Abu Hurairah agar memiliki hafalan yang kuat. Menurut Abu Hurairah, sejak itu ia tak pernah lupa sesuatu pun yang ia dengarkan dari nabi. BACA JUGA Larangan Riba, Begini Hadits Menyatakannya Ilustrasi Unsplash Sehari-harinya, Abu Hurairah terkenal sebagai orang yang zuhud dan ahli ibadah. Tak jarang ia harus menanggung rasa lapar dan haus hingga beberapa hari. Meski demikian, Abu Hurairah lebih memilih untuk terus menuntut ilmu sambil mengikat batu diperutnya sebagai pengganjal rasa lapar. Abu Hurairah wafat di kota Madinah pada akhir pemerintahan Mu’awiyah. Menjelang wafat, Abu Hurairah menangis. Orang-orang disekitarnya lalu bertanya sebab ia menangis, apakah karena takut mati. Abu Hurairah menjawab, “Tidak, saya menangis karena saya tahu akan menghadapi perjalanan yang sangat jauh namun perbekalan saya sangatlah sedikit.” 2 Perawi hadits kedua Abdullah bin Umar 2630 hadis Sosoknya terkenal sebagai pemuda cerdas lagi rajin ibadah. Abdullah ikut berhijrah ke Madinah saat ia masih berusia 11 tahun. Gelora keislaman Abdullah semakin berkobar ketika umat Islam mulai berperang. Sayang, ia baru dibolehkan ikut perang saat berumur 15 tahun ketika perang Khandaq pecah. Abdullah sangat bersemangat mengikuti sunnah nabi. Disebutkan, suatu hari Abdullah istirahat di bawah pohon dekat kota Madinah sebagaimana nabi pernah mampir dan tidur d tempat tersebut. Aisyah, istri Rasulullah SAW sampai pernah memujinya, “Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang dilakukan Ibnu Umar.” Meski kehilangan penglihatan di masa tuanya, Abdullah sama sekali tak mengurangi semangatnya menunaikan shalat lail dan berdikir. Suatu hari, nabi memujinya, “Sebaik-baik laki-laki adalah Abdullah bin Umar, andai ia rajin shalat lail.” Sejak itu Abdullah tak pernah meninggalkan shalat lail hingga maut menjemputnya di usia 80 tahun lebih. 3 Perawi hadits ketiga Anas bin Malik 2286 hadis Nama lengkapnya Anas bin Malik bin an-Nadhar bin Dhamdham al-Anshari al-Khazraji. Anas lahir di Madinah 8 tahun sebelum nabi hijrah ke kota tersebut. Sejak umur 10 tahun, Anas bin Malik bekerja sebagai khadim pelayan di rumah nabi. Anas sangat dekat dengan nabi. Selain sebagai sehabat, ia juga menjadi pembantu di rumah nabi, sehingga ia sangat tahu segala perilaku nabi dalam keseharian. Karena kedekatan itu, nabi mendoakan khusus buat Anas agar panjang umur dan banyak keturunannya, serta keberkahan sepanjang hayatnya. Tak heran, jika Anas menjadi perawi terbanyak ketiga dalam meriwayatkan hadis-hadis nabi. Berkat doa tadi, Anas menjadi seorang hartawan dari suku Anshar. Ia juga mempunyai keturunan yang sangat banyak hingga melebihi 100 orang dengan usia yang mencapai satu abad lebih. Anas bin Malik meninggal duniapada tahun 91 H. Ia dimakamkan bersama sebuah tongkat kecil milik Rasulullah SAW sebagaimana wasiat menjelang wafatnya. BACA JUGA Ini 3 Tempat Terlarang untuk Buang Hajat Menurut Hadits 4 Perawi hadits keempat Aisyah 2210 hadis Sebagai Ummu al-Mukminin, Aisyah memiliki sejumlah keutamaan dalam dirinya. Tak hanya cerdas, sosoknya juga terkenal kuat menghafal. Dalam usia yang sangat muda, Aisyah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Mulai dari ilmu tafsir, hadis, fikih furaidh ilmu warisan, syair hingga ilmu kedokteran. Hal tersebut tergambar dari beberapa kesaksian para sahabat dan tabi’in. Suatu hari Urwah bin Zubair, seorang keponakannya berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fikih agama, kedokteran, dan syair selain Aisyah.” Dalam riwayat lain, ia berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih pintar tentang al-Qur’an, hal-hal yang difardhukan, halal dan haram, syair, cerita Arab, hingga urusan nasab silsilah keturunan selain Aisyah.” Wanita mulia ini wafat pada bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah dan dimakamkan di pekuburan Baqi’ Madinah. 5 Perawi hadits kelima Abdullah bin Abbas 1660 hadis Sejak kecil Ibnu Abbas –demikian panggilan akrabnya- sudah menunjukkan kecerdasan dan semangatnya dalam menuntut ilmu. Olehnya, Rasulullah SAW pernah mendekap Ibnu Abbas lalu mendoakannya, “Ya Allah, faqihkanlah ia perkara agama-Mu, dan ajarilah dia tafsir kitab-Mu.” Sepeninggal nabi, ghirah Ibnu Abbas menuntut ilmu tak menjadi surut. Tanpa bosan ia mendatangi satu persatu para sahabat sekedar bertanya berbagai perkara yang belum diketahuinya. Alhasil, dalam waktu singkat Ibnu Abbas digelari sebagai faqih al-ashr faqih di masanya dan imam al-mufassirinpenghulu ahli tafsir. Ibnu Abbas juga berjuluk al-bahr lautan ilmu. Ia wafat di kota Thaif. Musnad Abdullah Ibnu Abbas mencapai 1660 hadis. Sebanyak 75 hadis d antaranya disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim muttafaq alaih. Al-Bukhari meriwayatkan 120 hadis sedang Muslim sebanyak 9 hadis. 6 Perawi hadits keenam Jabir bin Abdullah 1540 hadis Putra Abdullah bin Amr bin Hamran al-Anshari as-Salami ini meriwayatkan 1540 hadis. Meski masih berumur kanak-kanak, Jabir termasuk pelaku Ba’iat al-Aqabah bersama ayah dan 70 orang sahabat Anshar lainnya. Mereka berikrar setia membantu Nabi SAW menguatka dan menyiarkan agama Islam. Jabir tak pernah absen dalam semua peperangan bersama Rasulullah SAW, kecuali pernag Badar dan Uhud. Pasalnya, usianya masih dianggap kecil ketika itu. Abu az-Zubair bercerita, “Suatu hari Jabir berkata, Rasulullah terjun berperang sebanyak 2 kali memimpin peperangan sedang saya cuma 19 kali berperang.” Sanad yang paling shahih dan termasyhur dari Jabir adalah melalui jalur Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah. Jabir wafat pada tahun 74 H. Pendapat lain mengatakan tahun 73 H. Foto BACA JUGA Sebelum Ngomongin Jelek Saudaramu, Coba Pikirkan Hadits Ini… 7 Perawi hadits ketujuh Abu Sa’id Al-Khudri 1170 hadis Bernama lengkap Sa’ad bin Malik bin Sinan. Nasab al-Khudri berasal dari Khudrah bin Auf al-Harits bin al-Khazraj. Sedang ayahnya Malik bin Sinan, seorang sahabat yang sahid dalam perang Uhud. Ia meriwayatkan hadis dari banyak sahabat. Namun, sumber yang paling terkenal adalah dari ayahnya sendiri Malik bin Sinan, saudara seibu Qatadah bin an-Nu’aim, Abu Bakar, Umar, Utsman, ’Ali dan sejumlah sahabat lainnya. Abu Sa’id meriwayatkan 1170 hadis, termasuk 59 hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari. Abu Sa’id wafat pada tahun 74 H di Madinah dan dimakamkan di pekuburan Baqi’ sebagaimana pesan Abu Sa’id kepada anaknya menjelang wafat. [] Sumber Masykur/Majalah Hidayatullah edisi 02/XXII/Juni 2009/Jumadil Tsan 1430 ISSN 0863-2367
Daripengertian di atas maka bisa diambil kesimpulan bahwa syarat hadits mutawatir adalah sebagai berikut: 1. Diriwayatkan dari banyak perawi, yang dengannya diperoleh ilmu dharuri (ilmu pasti yang tidak mungkin ditolak) tentang benarnya khabar mereka. Namun tidak ada batasan tentang berapa jumlah mereka menurut pendapat yang shahih, akan tetapi hal itu tergantung dari kondisi perawi dan factor-faktor pendukung yang lain.
— Rawi menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah hadits, secara singkat pengertian rawi yaitu periwayat atau penyampaian hadits. Sahabat muslim pasti sudah mengetahui, bahwa hadits menjadi salah satu pedoman yang harus diamalkan oleh umat Islam. Sama pentingnya dengan Al-Qur’an, hadits berisi penjelasan lebih rinci mengenai ayat-ayat dalam Al-Qur’ rawi Hadits berisi sabda Rasulullah dan beberapa firman Allah yang dikenal sebagai hadits qudsy. Sebelum dibuat menjadi hadits tertulis, semua ucapan Rasul pada zaman dahulu langsung dihafalkan dan diamalkan oleh umat Islam. Seiring perkembangan zaman, para sahabat mulai membukukan hadits dengan mencatat semua sabda, orang-orang penyampai haditslah yang disebut dengan rawi. Pengertian Rawi Pengertian rawi menurut bahasa yaitu meriwayatkan, sedangkan menurut istilah rawi adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits secara lisan maupun tulisan, asalkan hadits tersebut didengar langsung dari gurunya. Seorang perawi pun harus memiliki kecerdasan yang tinggi serta kejujuran, karena akan mempengaruhi hadits yang disampaikan. Tidak semua orang bisa menjadi perawi hadits, tentunya ada banyak syarat yang harus dipenuhi untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits. Karena nantinya hadits akan menjadi sebuah pedoman hidup umat muslim setelah Al-Qur’an. Proses periwayatannya pun tidak mudah, melalui proses yang panjang serta memakan waktu lama. Syarat Wajib Rawi Ada beberapa sifat wajib yang harus dimiliki seorang rawi agar bisa meriwayatkan hadits shohih. Seperti yang sahabat muslim ketahui bahwa hadits memiliki tingkat validnya tersendiri, yaitu hadits shohih, hasa, dan dhoif. Berikut ini beberapa sifat wajib seorang rawi Adil Adil di sini berbeda dengan perilaku adil dengan sifat istiqamatuddin dan al-muru’ah. Istiqamatudiin adalah menjalankan semua kewajiban sebagai seorang muslim yang baik, serta menjauhi segala maksiat yang berujung kefasikan. Sedangkan al-muru’ah menjalankan akhlak terpuji dan tidak membuat orang lain mencelanya, inilah yang disebut adil. Muslim Pada zaman dahulu banyak orang kafir yang ingin mengacaukan periwayatan hadits, maka dari itu sebelum meriwayatkan hadits, seorang rawi harus dipastikan kemuslimannya. Bahkan seorang muslim yang fasik pun diragukan periwayatannya dan bisa disebut kafir, hal tersebut telah Allah firmankan dalam Qs. Al-Hujurat 6 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan kecerobohan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” Baligh Syarat ketiga seorang rawi yaitu baligh, jadi periwayatan atau kesaksian seorang anak yang belum baligh tetap saja tidak mendapat validasi, sekalipun bisa jadi kesaksiannya itu benar. Pada zaman sahabat, ada banyak anak muda yang memperdalam ilmu agama bersama para syekh. Untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits, mereka harus menunggu sampai usianya baligh. Berakal Seorang rawi yang hendak meriwayatkan hadits tentunya harus berakal, tidak dalam keadaan sakit mental. Kondisi tidak sepenuhnya sadar setelah bangun tidur juga bisa dibilang tidak berakal, karena periwayatan hadits memang sangat ketat. Tidak Berdosa Besar Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang rawi harus memiliki sifat adil dalam pandangan islam. Rawi juga tidak boleh memiliki catatan dosa besar seperti membunuh, mencuri, berzina, dan lain-lain. Karena hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas ucapannya. Tidak Sering Berdosa Kecil Selain tidak pernah melakukan dosa besar, seorang rawi juga tidak boleh melakukan dosa kecil. Seseorang yang taat agama pasti akan mejauhi dosa besar maupun kecil sebisa mungkin, rawi seperti inilah yang dapat meriwayatkan hadits shohih. Dhabit Dhabit memiliki dua kriteria, yaitu dhabit kuat hafalan di mana seorang rawi memiliki daya ingat yang tinggi dan tidak mudah lupa. Sedangkan dhabit yang kedua, yaitu kemampuan memelihara alkitab yang diberikan oleh gurunya, tidak ada ada perubahan sedikit pun yang dilakukan oleh rawi. Tingkatan Rawi Tidak semua rawi dapat memenuhi syarat wajib yang disebutkan di atas, maka dari itu terciptalah tingkatan rawi. Bahkan untuk mengenali dan mengidentifikasi sifat para rawi pun ada ilmu, yaitu ilmu thabaqah. Dengan mempelajari ilmu tersebut, para ahli hadits akan memudahkan penelitian suatu sanad dalam hadits. Tingkatan tersebut biasanya diklasifikasikan berdasarkan kriteria para rawi serta zaman kehidupannya. Sehingga rawi yang dihasilkan berbeda-beda, juga dapat mempengaruhi kualitas hadits yang diriwayatkannya. Berikut ini tiga tingkatan hadits dan para perawi yang mendudukinya Tingkat Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan Aisyah meriwayatkan Annas bin Malik meriwayatkan dll. Tingkat Tabiin Umayyah bin Abdullah bin Khalid, Sa’id bin Al-Musayyab, dll. Tingkat Mudawwin Bukhari, Muslim, Imam An-Nasa’iy, dll. Penjelasan mengenai di atas sudah cukup untuk memberikan wawasan umum mengenai hadits. Tidak semua hadits memiliki periwayat yang memenuhi syarat, sehingga terbentuklah keshohihan hadits. Maka dari itu, sahabat muslim harus lebih teliti lagi ketika menemukan sebuah hadits, lakukan pemeriksaan apakah hadits tersebut shohih, hasan, atau bahkan dhaif. */sumber
ShahihLi Dzatihi adalah sebuah hadis yang mencakup semua syarat hadis sahih dan tingkat rawi berada pada tingkatan pertama. Membaca Peringkat Hadis Ma Had Aly Hasyim Asy Ari . 1 Sohari Sahroni Ulumul Hadits Bogor. Syarat Syarat Perawi Hadits Tingkatan 1. Yaitu hadits yang mutawatir dari sisi. Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini.
Definisi RawiPengertian RawiSyarat Wajib RawiAdilMuslimBalighBerakalTidak Berdosa BesarTidak Sering Berdosa KecilDhabitTingkatan RawiShare thisRelated posts Definisi Rawi Rawi menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah hadits, secara singkat pengertian rawi yaitu periwayat atau penyampaian hadits. Sahabat muslim pasti sudah mengetahui, bahwa hadits menjadi salah satu pedoman yang harus diamalkan oleh umat Islam. Sama pentingnya dengan Al-Qur’an, hadits berisi penjelasan lebih rinci mengenai ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Hadits berisi sabda Rasulullah dan beberapa firman Allah yang dikenal sebagai hadits qudsy. Sebelum dibuat menjadi hadits tertulis, semua ucapan Rasul pada zaman dahulu langsung dihafalkan dan diamalkan oleh umat Islam. Seiring perkembangan zaman, para sahabat mulai membukukan hadits dengan mencatat semua sabda, orang-orang penyampai haditslah yang disebut dengan rawi. Pengertian rawi menurut bahasa yaitu meriwayatkan, sedangkan menurut istilah rawi adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits secara lisan maupun tulisan, asalkan hadits tersebut didengar langsung dari gurunya. Seorang perawi pun harus memiliki kecerdasan yang tinggi serta kejujuran, karena akan mempengaruhi hadits yang disampaikan. Baca Juga Mengenal Ta Marbutah dalam Bahasa Arab dan Al Qur’an Tidak semua orang bisa menjadi perawi hadits, tentunya ada banyak syarat yang harus dipenuhi untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits. Karena nantinya hadits akan menjadi sebuah pedoman hidup umat muslim setelah Al-Qur’an. Proses periwayatannya pun tidak mudah, melalui proses yang panjang serta memakan waktu lama. Syarat Wajib Rawi Ada beberapa sifat wajib yang harus dimiliki seorang rawi agar bisa meriwayatkan hadits shohih. Seperti yang sahabat muslim ketahui bahwa hadits memiliki tingkat validnya tersendiri, yaitu hadits shohih, hasa, dan dhoif. Berikut ini beberapa sifat wajib seorang rawi Adil Adil di sini berbeda dengan perilaku adil dengan sifat istiqamatuddin dan al-muru’ah. Istiqamatudiin adalah menjalankan semua kewajiban sebagai seorang muslim yang baik, serta menjauhi segala maksiat yang berujung kefasikan. Sedangkan al-muru’ah menjalankan akhlak terpuji dan tidak membuat orang lain mencelanya, inilah yang disebut adil. Muslim Pada zaman dahulu banyak orang kafir yang ingin mengacaukan periwayatan hadits, maka dari itu sebelum meriwayatkan hadits, seorang rawi harus dipastikan kemuslimannya. Bahkan seorang muslim yang fasik pun diragukan periwayatannya dan bisa disebut kafir, hal tersebut telah Allah firmankan dalam Qs. Al-Hujurat 6 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan kecerobohan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” Baligh Syarat ketiga seorang rawi yaitu baligh, jadi periwayatan atau kesaksian seorang anak yang belum baligh tetap saja tidak mendapat validasi, sekalipun bisa jadi kesaksiannya itu benar. Pada zaman sahabat, ada banyak anak muda yang memperdalam ilmu agama bersama para syekh. Untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits, mereka harus menunggu sampai usianya baligh. Berakal Seorang rawi yang hendak meriwayatkan hadits tentunya harus berakal, tidak dalam keadaan sakit mental. Kondisi tidak sepenuhnya sadar setelah bangun tidur juga bisa dibilang tidak berakal, karena periwayatan hadits memang sangat ketat. Tidak Berdosa Besar Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang rawi harus memiliki sifat adil dalam pandangan islam. Rawi juga tidak boleh memiliki catatan dosa besar seperti membunuh, mencuri, berzina, dan lain-lain. Karena hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas ucapannya. Tidak Sering Berdosa Kecil Selain tidak pernah melakukan dosa besar, seorang rawi juga tidak boleh melakukan dosa kecil. Seseorang yang taat agama pasti akan mejauhi dosa besar maupun kecil sebisa mungkin, rawi seperti inilah yang dapat meriwayatkan hadits shohih. Dhabit Dhabit memiliki dua kriteria, yaitu dhabit kuat hafalan di mana seorang rawi memiliki daya ingat yang tinggi dan tidak mudah lupa. Sedangkan dhabit yang kedua, yaitu kemampuan memelihara alkitab yang diberikan oleh gurunya, tidak ada ada perubahan sedikit pun yang dilakukan oleh rawi. Tingkatan Rawi Tidak semua rawi dapat memenuhi syarat wajib yang disebutkan di atas, maka dari itu terciptalah tingkatan rawi. Bahkan untuk mengenali dan mengidentifikasi sifat para rawi pun ada ilmu, yaitu ilmu thabaqah. Dengan mempelajari ilmu tersebut, para ahli hadits akan memudahkan penelitian suatu sanad dalam hadits. Baca Juga Pengertian dan Contoh Lengkap Jamak Taksir Tingkatan tersebut biasanya diklasifikasikan berdasarkan kriteria para rawi serta zaman kehidupannya. Sehingga rawi yang dihasilkan berbeda-beda, juga dapat mempengaruhi kualitas hadits yang diriwayatkannya. Berikut ini tiga tingkatan hadits dan para perawi yang mendudukinya Tingkat Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan Aisyah meriwayatkan Annas bin Malik meriwayatkan dll. Tingkat Tabiin Umayyah bin Abdullah bin Khalid, Sa’id bin Al-Musayyab, dll. Tingkat Mudawwin Bukhari, Muslim, Imam An-Nasa’iy, dll. Penjelasan mengenai di atas sudah cukup untuk memberikan wawasan umum mengenai hadits. Tidak semua hadits memiliki periwayat yang memenuhi syarat, sehingga terbentuklah keshohihan hadits. Maka dari itu, sahabat muslim harus lebih teliti lagi ketika menemukan sebuah hadits, lakukan pemeriksaan apakah hadits tersebut shohih, hasan, atau bahkan dhaif. Pemuda Muslim Yang Selalu Memperbaiki Hati dan Diri Programmer Blogger Desainer
Syaratsyarat Rawi a. Adil. Adil dalam konteks studi hadis berbeda dengan adil dalam konteks persaksian atau hukum. Menurut muhaddisin yang dimaksud dengan adil adalah istiqamatuddin dan al-muru'ah. Istiqmatuddin adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi perbuatan-perbuatan haram yang mengakibatkan pelakunya fasik.
1. Syarat-syarat Perawi dalam Tahammul Hadis Tidak dapat dipungkiri bias mendapatkan hadis atau menerimanya merupakan anugerah yang sangat besar. Disamping perlunya keikhlasan hati dan lurusnya niat untuk membersihkan diri dari tujuan-tujuan yang menyeleweng, yang merupakan adab atau tatakrama seorang thalib al-hadis, dalam menerima hadis harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh ulama ahli hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatu altahammul sehingga hadis yang diterima tersebut sah untuk diriwayatkan. Berikut syarat-syarat bagi perawi dalam tahammul hadis 1 Penerima harus dlabit memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid. 2 Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental Syarat berakal sehat sudah jelas disyaratkan dalambertahammul hadis karena untuk menerima hadis yang merupakan salah satu sumber hukum Islam sangat diperlukan. Oleh karena itu tidak sah riwayatnya seseorang yang menerima hadis tersebut ketika dalam keadaan tidak sehat akalnya. Selain sehat akal, dalam bertahammul juga harus dalam keadaan sehat fisiknya dan juga mentalnya agar orang tersebut mampu memahami dengan baik riwayat hadis yang diterimanya. 3 Tamyiz Syarat pertama perawi dalam tahammul al-hadis adalah tamyiz. Menurut Imam Ahmad, ukuran tamyiz adalah adanya kemampuan menghafal yang didengar dan mengingat yang dihafal. Ada juga yang mengatakan bahwa ukuran tamyiz adalah pemahaman anak pada pembicaraan dan kemampuan menjawab pertanyaan dengan baik dan benar. Seorang yang belum baligh boleh menerima hadis asalkan ia sudah tamyiz. Hal ini didasarkan pada keadaan para sahabat, tabi’in, dan ahli ilmu setelahnya yang menerima hadis walaupun mereka belum baligh seperti Hasan, Husain, Abdullah ibn Zubair, Ibnu Abbas, dan lain-lain. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan seseorang boleh bertahammul hadis dengan batasan usia. Qodli Iyad menetapkan batas usia boleh bertahammul adalah usia lima tahun, karena pada usia ini seorang anak bias menghafal dan mengingat-ingat sesuatu, termasuk hadis nabi. Abu Abdullah az-Zubairi mengatakan bahwa seorang anak boleh bertahammul jika telah berusia sepuluh tahun, sebab pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna. Sedangkan Yahya ibn Ma’in menetapkan usia lima belas tahun. 2. Syarat Perawi dalam Ada’ al-Hadis Syarat-syarat orang yang diterima dalam meriwayatkan hadis atau dikenal dengan istilah ahliyatul ada’ menurut ulama ahlul hadis adalah 1 Islam Pada waktu periwayatan suatu hadis seorang perawi harus muslim. Menurut ijma’, periwayatan hadis oleh orang kafir dianggap tidak sah. Karena terhadap riwayat orang muslim yang fasik saja dimauqufkan, apalagi hadis yang diriwayatkan oleh orang kafir. Walaupun dalam tahammul hadis orang kafir diperbolehkan, tapi dalam meriwayatkan hadisia harus sudah masuk Islam. 2 Baligh Yang dimaksud baligh adalah perawi cukup usia ketika ia meriwayatkan hadis. Baik baligh karena sudahberusia lima belas tahun atau baligh karena sudah keluar mani. Batasan baligh ini bias diketahui dalam kitab-kitab fiqih. 3 Adalah adil Adl merupakan suatu sifat yang melekat dalam jiwa seorang perawi, yang mendorong rawi untuk bertaqwa dan memelihara harga diri muru’ah sehingga menjauhi segala dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Sifat adalahnya seorang rawi berarti sifat adlnya di dalam riwayat. Dalam ilmu hadis sifat adalah ini berarti orang Islam yang sudah mukallaf yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kefasikan dan jatuhnya harga syarat yang ketiga ini sebenarnya sudah mencakup dua syarat sebelumnya yaitu Islam dan baligh. Oleh karena itu sifat adalah ini mengecualikan orang kafir, fasiq, orang gila, dan orang yang tak dikenal 4 Dlabit Dlabit ialah ingatan. seseorang yang meriwayatkan hadis harus mengingat hadis yang ia sampaikan tersebut. Saat ia mendengar hadis dan memahami apa yang didengarnya, ia harus hafal sejak ia menerima hadis itu hingga ia meriwayatkannya. Dabit oleh ulama ahli hadis dibagi menjadi dua yaitu a Dlabtu al-Shadri, yaitu dengan menetapkan atau menghafal apa yang ia dengar didalam dadanya, sekiranya ia mampu untuk menyampaikan hafalan tersebut kapanpun ia kehendaki. b Dlabtu al-Kitab, yaitu memelihara, mempunyai sebuah kitab catatan hadis yang ia dengar, kitab tersebut dijaga dan ditasheh sampai ia meriwayatkan hadis sesuai dengan tulisan yang terdapat dalam kitab tersebut. Sedangkan untuk hadisnya sendiri itu haruslah Tsiqoh, maksudnya adalah hadis yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadis yang lebih kuat atau dengan Qur’an. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang syarat-syarat perawi dalam tahammul wal ada’ Hadis. Sumber Modul 3 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2022 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2022. Kunjungilah semoga bermanfaat. Aamiin. Source
2eC2Vty. zsz37dwg0e.pages.dev/197zsz37dwg0e.pages.dev/62zsz37dwg0e.pages.dev/7zsz37dwg0e.pages.dev/154zsz37dwg0e.pages.dev/50zsz37dwg0e.pages.dev/111zsz37dwg0e.pages.dev/202zsz37dwg0e.pages.dev/250zsz37dwg0e.pages.dev/234
berikut ini yang tidak termasuk syarat perawi hadits adalah